Malam itu, di sebuah sudut hotel, tampak seorang wanita berdiri
ragu di depan pintu sebuah kamar, tangannya menggenggam erat tepi bajunya
seakan mengumpulkan keberanian. Wajahnya sedikit pucat entah karena udara
terlalu dingin akibat hujan yang turun sejak sore atau karena rasa cemas yang
tergambar jelas di wajahnya. Klara nama wanita itu, pikiran yang berkecamuk dalam
kepalanya yang menahan tangannya untuk mengetuk pintu kamar didepannya, dia
menghela nafas berat antara meneruskan niat untuk masuk atau tidak, tapi
sekejap bayangan anaknya yang terbaring lemah di rumah sakit membuat tangannya
tiba-tiba mengetuk pintu itu. Ya… aku harus bergegas cepat supaya bisa segera
menemui anakku,” batin Klara. Pintu pun terbuka, Klara tidak berani mengangkat
wajahnya, dia sudah berniat melakukannya dengan cepat tanpa melihat seperti apa
orangnya, sepasang kaki berdiri di depannya.
“Masuk,”
Ujar Lelaki yang membukakan pintu untuk Klara. Klara masuk dengan tetap menundukan
kepalanya. Sekilas Klara melihat suasana kamar, hanya ada sebuah tempat tidur
besar dan meja kecil yang diatasnya ada beberapa botol minuman keras bekas
diminum.
“Duduklah,” Suara
parau lelaki itu menyuruh Klara dan kemudian masuk ke kamar mandi, tidak lama
terdengar bunyi air closet di flush. Klara tidak bisa menyembunyikan deg-degan
di hatinya, sebentar lagi akan dimulai, pikirnya. Lelaki itu keluar dan duduk
membelakangi Klara yang duduk di ranjang sisi sebelahnya. Terdengar lelaki itu
menegak minuman, Klara menunggu dengan gelisah. Menit ke menit berlalu, lelaki
itu tidak kunjung mendekati Klara, dia hanya terdiam lama tiada suara, melamun
sendiri dan berkali – kali menenggak minumannya, entah apa yang dipikirkan
lelaki itu tapi sudah hampir 2 jam Klara didiamkan, dia mulai gemas bercampur
cemas, dia takut kalau lelaki itu tidak jadi memakai jasanya karena dia benar-benar
sedang butuh uang segera.
“Maaf, bisakah kita mulai? Nanti waktu saya
keburu habis,” Klara memberanikan diri menanyakan.
“Kenapa? Apa ada
pelangganmu yang lain juga menantimu?” Suara lelaki itu terdengar semakin serak
terlalu banyak minum. Klara menghela nafas mendengarnya.
“Ini pertama kali buat saya, baru anda yang
memanggil saya,” Ujar Klara.
“Ohya? Woww… Tersanjung dong aku,” Kali ini
terdengar sinis. Klara berdiri, mematikan lampu utama dan membuka baju
atasannya. Suasana kamar semakin remang – remang, hanya ada Cahaya kecil dari
lampu tidur yang redup.
“Tolonglah, mari lakukan dengan cepat, saya
benar – benar tidak punya waktu banyak,” Suara Klara terdengar memohon. Lelaki
itu masih duduk membelakanginya, dan kembali meminum minumannya.
“Jujur, ini juga pertama kali buatku, temanku
yang memesanmu buatku tapi kenapa kamu tidak segenit perempuan-perempuan
panggilan yang sering digambarkan di film atau buku-buku?” Lelaki itu berdiri
tapi bukan menuju ke Klara tapi malah membuka tirai jendela kamar hotel,
menatap langit yang gelap di luar sana, entah apa yang dipikirkannya.
“Maaf kalau kurang menyenangkan hati anda,
saya harus bagaimana? Ini baru buat saya,”Tanya Klara. Lelaki itu menutup
kembali tirai jendela dan melangkah mendekati Klara. Klara menunduk tidak
berani menatap wajah lelaki asing di depannya itu, hatinya berbisik,”Yang
terjadi terjadilah… Semoga Tuhan mengampuni dosaku ini”. Lelaki itu berdiri
tepat di depan Klara, dia menaikan baju bagian atas Klara yang tadi terbuka dan
memegang kedua bahu Klara lalu mendudukannya. Lelaki itu duduk di lantai kamar
dan meletakan kepalanya di pangkuan Klara.
“Aku sedang tidak benar-benar ingin
melakukannya,” Klara tercekat dengan yang dilakukan lelaki itu. Suara lelaki
itu terdengar mengandung kesedihan, sekilas bau alkohol dari lelaki itu mulai menyengat
hidung Klara.
“Jadi, anda tidak ingin memakai saya?” Tanya
Klara, dia tidak bisa menutupi degup jantungnya yang tidak beraturan karena
baru kali ini sedekat ini dengan lelaki selain suaminya.
“Iya tidak, aku hanya ingin seperti ini sejenak,”
Lelaki itu memejamkan matanya di pangkuan Klara.
“Tidak, anda harus memakai saya, saya
benar-benar butuh uang untuk anak saya” Suara Klara bernada khawatir. Lelaki
itu tertawa kecil.
“Tenanglah... Aku tetap bayar full kamu,”
Mendengar kalimat itu, dada Klara terasa plong. Lama mereka berdua hanya
terdiam tenggelam dalam pikirannya masing – masing. Klara merasa di selamatkan
Tuhan. Dia menatap wajah lelaki yang di pangkuannya, tapi Cahaya yang redup
menyamarkan wajah lelaki itu, ada rasa ingin melihat wajah orang baik di
depannya itu.
“Anak kamu kenapa?” Tanya lelaki itu memecah
keheningan
“Dia kecelakaan beberapa hari lalu dan harus
segera di operasi, tabungan saya kurang itulah kenapa saya terpaksa melakukan
ini,” Mata Klara tiba-tiba berkaca-kaca begitu mengingat anaknya.
“Suami kamu?”
“Tidak ada,” Jawab Klara singkat.
“Dimana? Sudah meninggal?”
“Entah, saya pun masih mencarinya, dia pergi,”
“Bagaimana bisa dia pergi meninggalkan anak
istrinya begitu saja? Pengecut berarti dia,” Kata Lelaki itu ingin tahu.
“Ahh… Maaf, saya tidak ingin berbagi cerita
dengan orang yang tidak saya kenal,” Ujar Klara.
“Oh… Oke… Oke… Maaf kalau aku jadi terlalu
banyak bertanya,” Kami terdiam kembali sesaat. Tidak lama, Klara membuka suara.
“Saya dengar dari teman saya, anda mencari
seorang perempuan yang telah menjadi ibu untuk menemani anda malam ini, boleh
tahu alasannya?”
“Ini alasannya,” Lelaki itu membenarkan
posisi kepalanya di pangkuan Klara. “Bisa meletakan kepala di pangkuan seorang
ibu saat banyak masalah itu menenangkan,”
“Ohh… ,” Klara mengangguk – angguk mengerti.
“Waktu kecil, pangkuan ibuku yang paling
nyaman, setelah menikah, ada pangkuan wanita yang sehangat ibuku yaitu istriku,”
“Ohh… Punya istri? Lalu kenapa melakukan ini?
Bukankah ini akan menyakiti hati istri anda?” Giliran Klara yang ingin tahu.
Lelaki itu tidak menjawab, dia menghela nafas lalu menarik tangan Klara untuk
mengusap kepalanya.
“Bisakah tanganmu mengusap rambutku seperti
ini? Dulu, aku paling suka di usap-usap seperti ini oleh istriku,” Pinta lelaki
itu. Klara terdiam sejenak, dia tiba-tiba teringat akan suaminya yang juga
selalu meminta dia mengusap-usap kepala saat mau tidur. Tanpa disadari tangan
Klara mengusap-usap pelan kepala lelaki itu.
“Hhh… Sungguh menenangkan,” Kata lelaki itu.
“Dia pergi? Atau…,” Tanya Klara meneruskan
pertanyaannya yang belum lelaki itu jawab.
“Tidak, aku yang pergi meninggalkannya,” Suaranya
terdengar lirih. Klara terdiam mendengarnya, tapi belum sempat Klara bertanya
kembali, suara lelaki itu sudah terdengar lagi.
“Aku tidak bisa menghidupinya dengan baik,
entahlah dulu sekuat apapun aku bekerja tapi ekonomi kami selalu susah, aku malu
pada orang tuanya, jadi aku putuskan untuk pergi meninggalkan mereka untuk
membuktikan bahwa aku bisa bekerja dan menghasilkan banyak uang untuk mereka”
“Lalu?” Klara semakin tertarik dengan cerita
lelaki itu.
“Yah… Sebulan lalu aku kembali, dan aku tidak
menemukan mereka lagi,” Lelaki itu kembali membetulkan posisi kepalanya. “Padahal
aku membawa banyak uang untuk membahagiakan mereka, tapi mereka sudah tidak ada
dan orang tuanya pun sama sekali tidak mau memberitahuku keberadaan mereka,”
Klara merasa pangkuannya terasa hangat, ya… lelaki ini menangis. Klara
mengusap-usap kepala lelaki itu dengan lembut. Kali ini kami terdiam lama
hingga lelaki itu tertidur di pangkuan Klara dan Klara pun lama – lama tertidur
dalam duduknya.
***
Klara terbangun kaget saat lelaki itu
terbangun dari pangkuannya.
“Wah… Maafkan aku, aku ketiduran,” Ujarnya sambil
melihat kearah jam di dinding dan dia merasa bersalah.
“Kamu harus menemui anakmu ya? Sorry, aku
benar-benar terlalu nyaman di pangkuanmu,” Lelaki itu meminta maaf lagi dan
mengambil dompetnya.
“Tidak apa, saya juga ketiduran tadi,” Kata
Klara sambil merapikan rambutnya.
“Ini buat kamu, terima kasih atas waktunya”
Lelaki itu menyodorkan sejumlah uang ke Klara. Klara menatap lelaki didepannya
yang masih tidak jelas wajahnya karena penerangan lampu yang masih redup.
“Saya berterima kasih sekali atas bantuan
anda, semoga Tuhan yang membalas kebaikan anda,”
“Hitung dulu, kalau masih kurang buat biaya
operasi anak kamu, katakan padaku,” Lelaki itu berkata sambil berjalan menyalakan
lampu. Seketika kamar itu terang benderang, Klara memejamkan matanya sejenak
karena merasa silau, dia membuka matanya dan dia melihat lelaki yang memberinya
uang tadi sedang berdiri terpana di depannya.
“Kamu…,” Suara lelaki itu tercekat begitu
melihat wajah Klara secara jelas. Klara tidak kalah terkejutnya, matanya
terbelalak tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, tubuhnya tiba – tiba lemas,
uang yang digenggamannya jatuh berantakan ke lantai. Klara benar – benar shock
melihat sosok lelaki itu, lelaki yang selama ini menjadi alasan dia tidak
menuruti perintah orang tuanya untuk
menikah lagi dan memilih kabur dari rumah bersama anaknya, lelaki yang sudah
berbulan – bulan dia cari – cari, ya… lelaki itu ternyata adalah suaminya
sendiri. Lelaki itu jatuh terduduk dan bersujud berkali – kali berterima kasih
kepada Allah atas kejutan yang dia terima, kemudian memeluk Klara dan mereka
pun menangis berdua dengan penuh syukur.
"Bukankah kita
pernah sama-sama sepakat bahwa point mencintai itu terletak pada rasa nyaman?
Untuk itulah hati ini masih disini untukmu, hati yang telah dipenuhi rasa yang
membuat kita saling ketergantungan, rasa yang selalu bisa membuatmu heran
karena kamu sendiri bahkan tidak bisa menjabarkannya dengan kata apapun. Lalu
mengapa kamu pada akhirnya pergi? Tetaplah disini, lelakiku. Jangan pergi lagi"
*SEKIAN*